Rabu, 29 Desember 2021

KASIH YANG TIDAK MEMBEDAKAN

Manusia, apapun ras, suku, agama, jenis kelaminnya memiliki martabat yang sama. Sebagai mahluk yang memiliki martabat yang sama, sepatutnya manusia hidup secara rukun tanpa membedakan antara satu dengan yang lain.



Namun demikian, dalam praktik kehidupan di tengah masyarakat, masih banyak dijumpai kehidupan masyarakat yang tersekat-sekat atau terkotak-kotak. Sebagai contoh, ketika seseorang mau membantu orang lain, masih ada yang akan membatu dengan melihat dahulu siapa yang akan dibantu. Mereka lebih senang membantu kepada yang satu suku, atau seagama, ataupun yang masih dikenal. Belum lagi tindakan diskriminatif, membedakan secara tidak adil berdasarkan perbedaan suku, ras, agama, jenis kelamin sepertinya menjadi berita yang tidak habisnya untuk dikonsumsi oleh masyarakat kita.


Yesus sendiri hidup dalam suasana masyarakat Yahudi, di mana pada masa itu cinta yang terkotak-kotak masih berjalan dan dilaksanakan di tengah masyarakat Yahudi. Cinta diukur berdasarkan sekat-sekat misalnya; sedarah, seagama, segolongan, sepaham, status sosial yang tinggi, tidak mengritik pandangannya, dan sebagainya. Maka, orang yang berbeda atau tidak memenuhi kriteria-kriteria tersebut dibenci dan disingkirkan.


Namun demikian, Yesus tidak ikut arus. Yesus memiliki prinsip untuk mengasihi semua orang tanpa batas atau tanpa membedakan satu dengan yang lain. Sebagai salah satu contoh, Yesus tidak ikut arus untuk menjauhi dan memusuhi Zakeus si pemungut cukai. Yesus bukan hanya tidak menjauhi Zakheus, tetapi bahkan Yesus makan bersama dengan Zakheus di rumahnya sehingga akhirnya Zakheus bertobat.


Selain itu, Yesus mau menyembuhkan orang sakit, bukan menjauhi dan mengutuknya sebagai orang yang dikutuk Allah. Yesus mengampuni orang berdosa dan perempuan yang berzinah sehingga mereka pun bertobat. Yesus menyelamatkan semua orang dengan mencintai mereka tanpa pandang bulu.


Sifat manusiawi, egoisme, mau menang sendiri, tidak mau direpotkan serta mau enaknya sendiri yang dimiliki seseorang masih cenderung lebih diutamakan, sehingga praktik hidup yang pilih-pilih dalam pergaulan juga masih sering terjadi. Seperti halnya yang dilakukan oleh seorang imam dan seorang Lewi dalam perumpamaan tentang Orang Samaria yang Baik Hati yang disampaikan oleh Yesus.


Dalam perumpamaan itu, dikisahkan bahwa ada orang yang dirampok dan dipukuli hingga hampir mati dalam perjalanannya. Beberapa waktu kemudian, lewatlah seorang imam di jalan itu, tetapi tidak menolong korban perampokan itu. Kemudian lewat pula seorang Lewi, dan ia juga tidak menolong. Akhirnya lewatlah seorang Samaria, yang waktu itu tidak memiliki hubungan yang baik dengan orang Israel (Orang Samaria dianggap rendah karena sudah bercampur dengan suku bangsa lain), yang menolong korban itu tanpa mempedulikan latar belakang orang yang ditolong. Orang Samaria itu menunjukkan cinta yang tidak membedakan.


Yesus mengajarkan pada kita bahwa pada hakikatnya cinta (kasih) itu sendiri selalu terarah pada orang lain. Kalau kita mengasihi orang lain, sesungguhnya kita harus berusaha bagaimana orang yang kita kasihi itu bahagia. Tidak pandang bulu siapa orang itu, apa agamanya, keadaan ekonominya. Yang penting kasih yang kita berikan hendaknya terarah kepada semua orang dan menjadikan orang tersebut bahagia.


Contoh cinta tanpa pengkotakan atau kasih yang tanpa membedakan yang dapat dilakukan remaja. Misalnya: berteman dengan semua orang dan tidak hanya berteman dengan teman tertentu saja, mau mendekati atau berteman dengan orang yang oleh teman lain dijauhi, mau terlibat kegiatan bersama teman tanpa pilih-pilih, membantu teman tidak hanya pada teman dekat saja melainkan kepada semua teman yang memerlukan bantuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKU GURU AGAMA KATOLIK KELAS 7

Berikut ini adalah beberapa link BUKU GURU AGAMA KATOLIK KELAS 7  BAB 1   Manusia sebagai Citra Allah BAB 2    Kemampuan dan Keterbatasanku ...